dhani naughty

dhani naughty
baguzzz

daftar community

dhani community

dhani management

dhani management
kerend
Powered By Blogger

Selasa, 29 Maret 2011

sosiologi

Kata Pengantar
P
uji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmad, hidayah, dan karunia-NYA kami dapat menyelesaikan tugas Makalah yang ini dengan baik.
M
akalah ini disusun berdasarkan materi yang telah diajarkan kepada kami. Untuk memudahkan pemahaman kami juga terdapat kesimpulan. Pada setiap halaman kami kami sertai dengan artikel yang merupakan penerapan ilmu budaya melayu dalam kehidupan kita sehari-haridan dalam masyarakat.
K
ami berusaha menyusun makalah ini sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga dapat terjadi kegiatan belajar mengajar yang lebih komunikatif dan optimal.
A
khirnya, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam penyusunan makalah ini, semoga makalah ini dapat memberikan andil dalam kemajuan siswa dalam mempelajari budaya melayu Riau. Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu, kritik dan saran bagi kesempurnaan makalah ini sangat kami harapkan. Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembentukkan keterampilan siswa dalam penerapan budaya melayu dalam kehidupan sehari-hari.

Pekanbaru, 17-february-2011


Penyusun


Daftar isi
 Kata pengantar ……………………………… 1.
 Daftar isi … …………………………… 2.
 Latar belakang perilaku seks bebes ……………………………… 3.
 Fenomena perilaku seksual pada remaja ……………………………… 6.
 Dampak seks bebas terhadap kesehatan ……………………………… 10.




















Latar Belakang Perilaku Seks Bebas
Seks pada hakekatnya merupakan dorongan narluri alamiah tentangkepuasan syahwat. Tetapi banyak kalangan yang secara ringkas mengatakan bahwa seks itu adalah istilah lain dari Jenis kelamin yang membedakan antara pria dan wanita. Jika kedua jenis seks ini bersatu, maka disebut perilaku seks. Sedangkan perilaku seks dapat diartikan sebagai suatu perbuatan untuk menyatakan cinta dan menyatukan kehidupan secara intim. Ada pula yang mengatakan bahwa seks merupakan hadiah untuk memenuhi atau memuaskan hasrat birahi pihak lain. Akan tetapi sebagai manusia yang beragama, berbudaya, beradab dan bermoral, seks merupakan dorongan emosi cinta suci yang dibutuhkan dalam angka mencapai kepuasan nurani dan memantapkan kelangsungan keturunannya. Tegasnya, orang yang ingin mendapatkan cinta dan keturunan, maka ia akan melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya. Perilaku seks merupakan salah satu kebutuhan pokok yang senantiasa mewarnai pola kehidupan manusia dalam masyarakat. Perilaku seks sangat dipengaruhi oleh nilai dan norma budaya yang berlaku dalam masyarakat. Setiap golongan masyarakat memiliki persepsi dan batas kepentingan tersendiri terhadap perilaku seks. Bagi golongan masyarakat tradisional yang terikat kuat dengan nilai dan norma, agama serta moralitas budaya, cenderung memandang seks sebagai suatu perilaku yang bersifat rahasia dan tabu untuk dibicarakan secara terbuka, khususnya bagi golongan yang dianggap belum cukup dewasa. Para orang tua pada umumnya menutup
pembicaraan tentang seks kepada anak-anaknya, termasuk mereka sendiri sebagai suami isteri merasa risih dan malu berbicara tentang seks. Bagi kalangan ini perilaku seksual diatur sedemikian rupa dengan ketentuan-ketentuan hukum adat, Agama dan ajaran moralitas, dengan tujuan agar dorongan perilaku seks yang alamiah ini dalam
prakteknya sesuai dengan batas-batas kehormatan dan kemanusiaan.Biasanya hubungan intim antara dua orang lawan jenis cenderung. bersifat emosional primer, dan apabila terpisah atau mendapat hambatan, maka keduanya akan merasa terganggu atau kehilangan jati dirinya.
Berbeda dengan hubungan intim yang terjadi dalam kehidupan masyarakat modern, biasanya cenderung bersifat rasional sekunder. Anak-anak yang mulai tumbuh remaja lebih suka berbicara seks dikalangan teman-temannya. Jika hubungan intim itu terpisah atau mendapat hambatan, maka mereka tidak akan kehilangan jati diri dan lebih cepat untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan dalam lingkungan pergaulan lainnya. Lembaga keluarga yang bersifat universal dan multi fungsional, baik pengawasan sosial, pendidikan keagamaan dan moral, memelihara, perlindungan dan rekreasi
terhadap anggota-anggota keluarganya, dalam berhadapan dengan proses modernitas sosial, cenderung kehilangan fungsinya. Sebagai konsekuensi proses sosialisasi norma-norma yang berhubungan batas batas pola dan etika pergaulan semakin berkurang, maka pengaruh pola pergaulan bebas cenderung lebih dominan merasuk kedalam kebiasaan baru. Seks sebagai kebutuhan manusia yang alamiah tersebut dalam upaya pemenuhannya cenderung didominasi oleh dorongan naluri seks secara subyektif. Akibatnya sering terjadi penyimpangan dan pelanggaran perilaku seks di luar batas hak-hak kehormatan dan tata susila kemanusiaan. Latar belakang terjadinya perilaku seks bebas pada umumnya
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Gagalnya sosialisasi norma-norma dalam keluarga, terutama keyakinan agama dan moralitas;
2. Semakin terbukanya peluang pergaulan bebas; setara dengan kuantitas pengetahuan tentang perilaku seks pada lingkungan sosial dan kelompok pertemanan;
3. Kekosongan aktivitas-aktivitas fisik dan rasio dalam kehidupan sehari-hari;
4. Sensitifitas penyerapan dan penghayatan terhadap struktur pergaulan dan seks bebas relatif tinggi;
5. Rendahnya konsistensi pewarisan contoh perilaku tokoh-tokoh masyarakat dan lembaga-lembaga sosial yang berwenang;
6. Rendahnya keperdulian dan kontrol sosial masyarakat;
7. Adanya kemudahan dalam mengantisipasi resiko kehamilan;
8. Rendahnya pengetahuan tentang kesehatan dan resiko penyakit berbahaya;
9. Sikap perilaku dan busana yang mengundang desakan seks;
10. Kesepian, berpisah dengan pasangan terlalu lama, atau karena keinginan untuk menikmati sensasi seks di luar rutinitas rumah tangga;
11. Tersedianya lokalisasi atau legalitas pekerja seks. Berdasarkan alasan tersebut, maka semakin terbukalah pergaulan bebas antara pria dan wanita, baik bagi kalangan remaja maupun kalangan yang sudah berumah tangga. Hal ini dimungkinkan karena sosialisasi norma dalam keluarga tidak efektif, sementara cabang hubungan pergaulan dengan berbagai pola perilaku seks di luar rumah meningkat yang kemudian mendominasi pembentukan kepribadian baru. Kalangan remaja pada umumnya lebih sensitif menyerap struktur pergaulan bebas dalam kehidupan masyarakat. Bagi suami isteri yang bekerja di luar rumah, tidak mustahil semakin banyak meninggalkan norma-norma dan tradisi keluarga sebelumnya, kemudian dituntut untuk menyesuaikan diri dalam sistem pergaulan baru, termasuk pergaulan intim dengan lawan jenis dalam peruses penyelesaian pekerjaan. Kondisi pergaulan semacam ini seseorang tidak hanya mungkin menjauh dari perhitungan nilai harmonisasi keluarga, akan tetapi selanjutnya semakin terdorong untuk mengejar karier dalam perhitungan ekonomis material. Kenyataan ini secara implicit melembaga, dimaklumi, lumrah, dan bahkan merupakan kebutuhan baru bagi sebagian besar keluarga dalam masyarakat modern. Kebutuhan baru ini menuntut seseorang untuk membentuk system pergaulan modernitas yang cenderung meminimalisasi ikatan moral dan kepedulian terhadap hukum-hukum agama. Sementara di pihak lain, jajaran pemegang status terhormat sebagai sumber pewarisan norma, seperti penegak hukum, para pemimpin formal, tokoh masyarakat dan agama, ternyata tidak mampu berperan dengan contoh-contoh perilaku yang sesuai dengan statusnya. Sebagai konsekuensinya adalah membuka peluang untuk mencari kebebasan di luar rumah. Khususnya dalam pergaulan lawan jenis pada lingkungan bebas norma dan rendahnya kontrol sosial, cenderung mengundang hasrat dan kebutuhan seks seraya menerapkannya secara bebas.
Bagi kalangan remaja, seks merupakan indikasi kedewasaan yang normal, akan tetapi karena mereka tidak cukup mengetahui secara utuh tentang rahasia dan fungsi seks, maka lumrah kalau mereka menafsirkan seks semata-mata sebagai tempat pelampiasan birahi, tak perduli resiko. Kendatipun secara sembunyi-sembunyi mereka merespon gosip tentang seks diantara kelompoknya, mereka menganggap seks sebagai bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan remaja. Kelakar pornografi merupakan kepuasan tersendiri, sehinga mereka semakin terdorong untuk lebih dekat mengenal lika-liku seks sesungguhnya. Jika immajinasi seks ini memperoleh tanggapan yang sama dari pasangannya, maka tidak mustahil kalau harapan-harapan indah yang termuat dalam konsep seks ini benarbenar dilakukan.








FENOMENA PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA
Tampaknya ada perubahan yang bersifat revolusioner melihat perkembangan perilaku seksual yang dialami oleh remaja masa kini. Betapa tidak, hasil polling di beberapa media massa menunjukkan adanya kecenderungan sikap permisif remaja terhadap perilaku seks bebas atau perilaku seks di luar nikah. Sedangkan diketahui bahwa pola-pola perilaku tersebut sebetulnya merupakan suatu larangan yang ditetapkan secara normatif dan menjadi pegangan bagi sebagian masyarakat.
Namun demikian membanjirnya informasi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perilaku seksual baik yang tersalurkan melalui media cetak atau elektronik, sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap terjadinya perubahan perilaku seksual pada remaja.
Terlebih terbukanya kesempatan kerja bagi kedua orang tua untuk meningkatkan penghasilan di bursa tenaga kerja, dan longgarnya jalinan hubungan kekerabatan dengan masyarakat sekitar, semakin mengurangi kemampuan kontrol diri remaja dalam mengekspresikan dorongan seksualnya.
Maka dari itu tampaknya perlu adanya pembicaraan yang bersifat interdisipliner agar dampak-dampak negatif dari pola perilaku seksual remaja dapat diantisipasi sedini mungkin.

1. Perkembangan Seksualitas Remaja
Barangkali selama perjalanan perkembangan masa remaja, tidak ada fenomena yang sedramatis dan memiliki pengaruh besar sebagaimana perwujudan dari perkembangan perilaku seksual pada remaja. Pada periode perkembangan seksual, remaja mengalami dua jenis perkembangan utama, yaitu perkembangan seks primer yang mengarah pada kemasakan organ seksual (ditandai oleli "mimpi basah" atau menstruasi); dan perkembangan seks sekunder yang mengarah pada perubahan ciri-ciri fisik. (misalnya timbulnya rambut-rambut pubis, perubahan kulit, otot, dada, suara, dan pinggul). Kedua perubahan ini menuntut adanya proses penyesuaian.
Hasil penelitian membuktikan bahwa perubahan dalam aspek biologis, psikologis, dwi sosiologis secara bersama-sama menentukan terbentuknya pengalaman seksual bagi remaja.
Secara biologis, perubahan hormonal pada laki-laki membangkitkan minat yang tinggi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan perilaku seksual. Berbeda dengan perempuan, adanya perubahan hormonal ini pengaruhnya tidak terlalu tampak secara langsung. Terlebih kondisi ini didukung oleh faktor sosiologis, di mana pengekspresian dorongan seksual pada laki-laki (Hubungan seksual atau masturbasi) terkesan lebih ditolerir dibandingkan dengan bila hal tersebut dialami oleh kaum perempuan. Memang, pengekspresian dorongan seksual pada kaum perempuan tidak terlalu jelas bentuknya, sebab biasanya dialihkan ke hal-hal lain.
Namun bila dorongan ini ingin tersalurkan, maka hal tersebut dilakukan berdasarkan atas adanya ikatan emosional yang dalam. Sedangkan bagi laki-laki, ikatan emosional dengan pasangan bukan merupakan landasan utama.

2. Makna Perilaku Seksual Bagi Kehidupan Remaja.
Sebagian ahli mempertanyakan alasan keterlibatan remaja dalam berbagai perilaku seksual yang membuatnya terjebak pada risiko yang berkaitan dengan aspek sosial, emosional, maupun kesehatan. Turner dan Feldman (Dusek, 1996) menemukan bahwa alasan yang melandasi perilaku remaja adalah berkaitan dengan upaya-upaya untuk pembuktian perkembangan identitas diri; belajar menyelami anatomi lawan jenis, menguji kejantanan, menikmati perasaan dominan, pelampiasan kemarahan (terhadap seseorang), peningkatan harga diri, mengatasi depresi, menikmati perasaan berhasil menaklukkan lawan jenis, menyenangkan pasangan, dan mengatasi rasa kesepian.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pemahaman remaja mengenai dampak personal dan interpersonal dari perilaku seksual yang dilakukan tampaknya tidak menjadi bahan pertimbangan.





3. Minat Remaja Seputar Masalah Seksual.
Satu stereotip yang menonjol pada remaja adalah mereka sangat berminat bila membicarakan, mempelajari, atau mengamati hal-hal yang berkaitan dengan masalah seksual. Ada lima topik yang diminati remaja dalam upaya memenuhi rasa ingin tahunya mengenai masalah seksual, yaitu pembicaraan tentang:
a. Proses hubungan seksual
b. Pacaran
c. Kontrol kelahiran
d. Cinta dan perkawinan
e. Penyakit seksual
Kebanyakan remaja beranggapan bahwa proses hubungan seksual itu adalah faktor yang bersifat indepeiiden, tidak terkait dengan penyakit seksual atau kehamilan. Dengan sifat "egocentrisme" yang masih dimiliki membuat remaja berfikir baliwa terjadinya penyakit seksual atau kehamilan itu tidak terjadi pada "ku" (remaja), tetapi hal tersebut terjadi pada orang lain.

4. Sikap Terhadap Perilaku Seksual.
Ada pergeseran nilai mengenai hubungan seksual sebelum nikah. Hal ini utamanya terjadi pada kaum perempuan. Bila sebelumnya ada anggapan bahwa hubungan seksual hanya dilakukan jika ada hubungan emosional yang dalam dengan lawan jenis, namun saat kini kondisi tersebut telah berubah. Hasil penelitian Shali dan Zeinik (Dusek, 1996) menunjukkan bahwa 79,1% kaun perempuan (usia antara 15-19 tahun) setuju dilakukannya hubungan seksual walaupun tidak ada rencana untuk menikah; 54,7% setuju hanya bila ada rencana menikah; dan 10,7% tidak setuju adanya hubungan seksual sebelum menikah.
Namun demikian, perilaku seksual remaja sebenarnya tidak hanya terbatas pada jenis hubungan seksual sebelum nikah, tetapi perilaku seksual yang lain, misalnya petting (90% remaja terlibat pada "light" petting, 80% remaja terilbat pada "heavy" petting); dan masturbasi, menunjukkan frekuensi yang tinggi pula.


5. Prevensi
Mengingat bahwa remaja memang tidak bisa dihindarkan dari topik-topik seputar masalah seksual, maka tampaknya perlu dicari upaya-upaya yang bersifat menyeluruh terhadap pemberian pemahaman mengenai masalah seksual pada remaja. Sehingga pembahasan materi tidak hanya terbatas pada masalah kontrasepsi, kehamilan, dan penularan penyakit seksual, tetapi perlu juga dikaitkan dengan konteks kehidupan personal dan interpersonal yang dijalani remaja dalam kehidupan sehari-hari.
Sudah menjadi maklum, remaja memang sosok yang sangat menarik untuk diperbincangkan. Kenapa?. Remaja masa pencarian jati diri yang mendorongnya mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi, ingin tampil menonjol, dan diakui eksistensinya. Namun disisi lain remaja mengalami ketidakstabilan emosi sehingga mudah dipengaruhi teman dan mengutamakan solidaritas kelompok. Diusia remaja, akibat pengaruh hormonal, juga mengalami perubahan fisik yang cepat dan mendadak. Perubahan ini ditunjukkan dari perkembangan organ seksual menuju kesempurnaan fungsi serta tumbuhnya organ genetalia sekunder. Hal ini menjadikan remaja sangat dekat dengan permasalahan seputar seksual. Namun terbatasnya bekal yang dimiliki menjadikan remaja memang masih memerlukan perhatian dan pengarahan
Ketidakpekaan orang tua dan pendidik terhadap kondisi remaja menyebabkan remaja sering terjatuh pada kegiatan tuna sosial. Ditambah lagi keengganan dan kecanggungan remaja untuk bertanya pada orang yang tepat semakin menguatkan alasan kenapa remaja sering bersikap tidak tepat terhadap organ reproduksinya. Data menunjukkan dari remaja usia 12-18 tahun, 16% mendapat informasi seputar seks dari teman, 35% dari film porno, dan hanya 5% dari orang tua.







Dampak Seks Bebas terhadap Kesehatan Fisik dan Psikologis Remaja
Pengetahuan remaja mengenai dampak seks bebas masih sangat rendah. Yang paling menonjol dari kegiatan seks bebas ini adalah meningkatnya angka kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap tahun ada sekitar 2,3 juta kasus aborsi di Indonesia dimana 20 persennya dilakukan remaja. Di Amerika, 1 dari 2 pernikahan berujung pada perceraian, 1 dari 2 anak hasil perzinahan, 75 % gadis mengandung di luar nikah, setiap hari terjadi 1,5 juta hubungan seks dengan pelacuran. Di Inggris 3 dari 4 anak hasil perzinahan, 1 dari 3 kehamilan berakhir dengan aborsi, dan sejak tahun 1996 penyakit syphillis meningkat hingga 486%. Di Perancis, penyakit gonorhoe meningkat 170% dalam jangka waktu satu tahun. Di negara liberal, pelacuran, homoseksual/ lesbian, incest, orgy, bistiability, merupakan hal yang lumrah bahkan menjadi industri yang menghasilkan keuntungan ratusan juta US dolar dan disyahkan oleh undang-undang.
Lebih dari 200 wanita mati setiap hari disebabkan komplikasi pengguguran (aborsi) bayi secara tidak aman. Meskipun tindakan aborsi dilakukan oleh tenaga ahlipun masih menyisakan dampak yang membahayakan terhadap keselamatan jiwa ibu. Apalagi jika dilakukan oleh tenaga tidak profesional (unsafe abortion).
Secara fisik tindakan aborsi ini memberikan dampak jangka pendek secara langsung berupa perdarahan, infeksi pasca aborsi, sepsis sampai kematian. Dampak jangka panjang berupa mengganggu kesuburan sampai terjadinya infertilitas.
Secara psikologis seks pra nikah memberikan dampak hilangnya harga diri, perasaan dihantui dosa, perasaan takut hamil, lemahnya ikatan kedua belah pihak yang menyebabkan kegagalan setelah menikah, serta penghinaan terhadap masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar